Alam Sutera, Serpong dan berbagai wilayah di sekitar telah cukup lama mengalami kenaikan jumlah properti yang signifikan dalam 5-10 tahun belakangan ini. Harga tanah yang sudah mencapai kenaikan sampai 900% telah mengubah kawasan Tangerang ini menjadi kawasan mini metropolitan.
Sangat sulit untuk pengembang mendapatkan tanah di harga yang cukup ekonomis selain memanfaatkan (menghabiskan) cadangan lahan (land bank) yang mereka miliki. Akibatnya pengembang lebih memilih untuk membangun properti mewah atau high rise building yang memanfaatkan land bank-nya secara maksimal.
Sedikit banyak, masalah di atas ikut mempengaruhi perkembangan properti yang stagnan di tahun 2015 ini. Ketika pengembang meluncurkan properti-properti kelas menengah atas sedangkan rakyat (pembeli) mencari rumah sederhana di harga 200 Juta-an. Ketidakseimbangan ini bila tidak disikapi pemerintah akan memperburuk perkembangan properti dan perekonomian nasional pada umumnya.
Sebenarnya mudah dilihat langkah-langkah pemerintah dari kegiatan pembangunan infrastruktur yang marak di timur ibukota. Kendala di atas sedang diatasi pemerintah dengan 'mengalihkan' kiblat pertumbuhan properti dari barat menuju timur ibukota. Para pengembang juga menyadari hal ini tentunya. Pengembang-pengembang besar sudah sejak lama memprediksi keadaan ini dan mulai mengumpulkan portofolio lahan mereka di kawasan timur ini. Sebagai contoh nyata, bisa dilihat dari Lippo group yang meluncurkan mega proyek Orange Country di Cikarang, Plaza Indonesia Jababeka dengan proyek senilai 2 Triliun di Cikarang, dan pengembang-pengembang besar lain yang (baca : Cikarang Diserbu Pengembang).
Pembangunan infrastruktur di berbagai lokasi dan skala sedang terjadi di kawasan timur Jakarta ini. Pemerintah dan para pengembang juga sudah banyak belajar dari pembangunan di kawasan barat yang 'menyisakan' banyak kendala yang sangat sulit diatasi. Kemacetan karena akses yang terbatas antara kawasan barat dengan pusat kota Jakarta menjadi momok yang tidak boleh terjadi ketika kawasan timur ini dikembangkan. Jalan tol Becakayu, Jalan tol Lingkar Luar W2, Monorail Bekasi - Jakarta, pelebaran jalan lintas propinsi Kalimalang, rencana pembangunan Bandara di Karawang, Pelabuhan di Indramayu (dahulu Cilamaya), dan salah satu yang paling menonjol yaitu : Jalur Puncak 2 (Poros Tengah Timur) yang menghubungkan Cikarang dengan Cipanas dan Cianjur.
Jalur Puncak 2 tidak hanya mempersingkat waktu warga Jakarta untuk menuju Cipanas, tetapi juga membuka akses yang selama ini tidak dilirik. Pembangunan masif di Cikarang akan membutuhkan akses ke berbagai pelosok yang akan mendukung keberhasilan pembangunan itu sendiri. Kawasan Puncak-Cipanas adalah satu-satunya kawasan sejuk dalam radius kurang dari 50 Km dari Cikarang.
Jalur Puncak 2 ini akan membuka jalur 'baru' yang memungkinkan Top Executive di sebuah perusahaan di Cikarang memiliki rumah tinggal di Puncak-Cipanas dan berkantor setiap harinya di Cikarang, karena waktu tempuh kedua lokasi hanya 30-45 menit ! Sebuah gaya hidup sehat dan produktif.
Di satu sisi, Cikarang dengan jaringan industri yang kuat dan berfasilitas lengkap, di sisi lain Puncak-Cipanas yang sejuk dan dipenuhi tempat wisata berbasis alam. Di masa lalu membutuhkan helikopter
untuk mendapatkan keduanya sebagai bagian hidup setiap hari, tetapi saat ini Jalur Puncak 2 adalah solusi yang murah, dan bagai anugerah karena sebuah pintu yang selama ini tertutup sekarang terbuka.
Judul artikel ini merupakan sebuah pertanyaan yang sangat mudah dijawab. Kemana kiblat properti Indonesia tahun 2016 ? Anda tentu sudah bisa menjawab pertanyaan ini. Selamat berinvestasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar